Dukungan kepada Masyarakat untuk Perlindungan Mata
Pencaharian dan Lingkungan – Polisi Hutan (Jagawana) dan Patroli Unit Tanggap
Masyarakat
Pendekatan terkoordinir merupakan kunci untuk mengurangipembalakan
liar dan ancaman terhadap ekosistem, yang pada akhirnya berdampak terhadap
kesejahteraan manusia. Proyek Hutan dan Lingkungan Hidup Aceh (AFEP)
melaksanakan kegiatan di berbagai tingkatan untuk memantau dan melindungi
sumber daya ekosistem yang sangat vital di Aceh yaitu Taman Nasional Leuser dan
Ekosistem Ulu Masen. Pada tingkat masyarakat, pendekatan program ini memberikan
insentif positif seperti penciptaan lapangan kerja alternatif yang ramah
lingkungan, maupun peningkatan penegakan hukum lingkungan hidup. Melalui AFEP,
Fauna and Flora International (FFI) melatih mantan kombatan, penebang liar, dan
pemburu hewan liar sebagai ‘Polisi Hutan (Jagawana) Masyarakat’. Para calon
Jagawana, seperti yang tampak dalam foto, harus melalui orientasi 10 hari yang
sangat berat untuk menguji keahlian dan komitmen mereka.
Dengan menjadikan penebang liar atau pemburu hewan
liar sebagai pelestari lingkungan, program AFEP ini menghasilkan manfaat ganda
bagi hutan. Konflik antara manusia dan fauna merupakan masalah yang banyak
terjadi dan terus mengancam mata pencaharian serta jiwa masyarakat peladang
yang tinggal di pinggiran hutan. AFEP bekerja sama dengan masyarakat di
lokasi-lokasi tersebut untuk mengatasi masalah kerusakan kebun dan kematian hewan
ternak akibat serangan gajah atau harimau.
Pulau Rinca dan Pulau Komodo
Sekitar 60 ranger bertugas di TNK yang memiliki luas 1.214
km2. Mereka menempati 11 pos di Pulau Rinca dan Pulau Komodo. Tugas utama
mereka adalah menjaga dan melindungi kawasan taman nasional, terutama dari
perburuan liar atau pencurian kayu di dalam kawasan.
Seorang petugas jagawana (ranger)
Pulau Rinca Kawasan Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara
Timur.
Ranger bertempat tinggal di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai
Barat, yang berjarak sekitar 1,5 perjalanan dengan kapal cepat (speedboat)
menuju pos di Pulau Rinca atau Pulau Komodo. Mereka bertugas selama 10 hari,
lalu kembali ke Labuan Bajo, bergantian dengan petugas lain. Satu pos dijaga
tiga orang.
”Dahulu setiap ranger berjaga
selama sebulan. Dengan pertimbangan kemanusiaan, diperpendek menjadi dua
minggu. Saat ini 10 hari,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Komodo Sustyo
Iriyono.
Menjadi ranger di TNK tidak bisa dibilang mudah. Selain harus berhadapan dengan pencuri atau pengganggu kelestarian kawasan taman nasional, petugas juga harus berhadapan dengan komodo yang bisa bertemu sewaktu-waktu.
Untuk menjaga keamanan TNK, ranger berpatroli. Di Pulau Rinca dan Pulau Komodo, ada sekitar 5.400 komodo. Bisa jadi, saat berpatroli, ranger akan bertemu komodo. Oleh karena itu, teori mengenai komodo, antara lain, mengenai sikap, kebiasaan, dan perilaku, sudah pasti harus dipelajari.
Menjadi ranger di TNK tidak bisa dibilang mudah. Selain harus berhadapan dengan pencuri atau pengganggu kelestarian kawasan taman nasional, petugas juga harus berhadapan dengan komodo yang bisa bertemu sewaktu-waktu.
Untuk menjaga keamanan TNK, ranger berpatroli. Di Pulau Rinca dan Pulau Komodo, ada sekitar 5.400 komodo. Bisa jadi, saat berpatroli, ranger akan bertemu komodo. Oleh karena itu, teori mengenai komodo, antara lain, mengenai sikap, kebiasaan, dan perilaku, sudah pasti harus dipelajari.
Pertempuran Hingga Titik Darah
Penghabisan Untuk Selamatkan Badak Jawa
Berjalan melintasi lumpur becek dan
rerumputan kami menemukan sebuah kubangan yang bau. Para jagawana yang
berpakaian serba hitam di hawa tropis yang panas ini, menandai lokasi itu
dengan unit GPS, mereka mengukur kubangan itu dan melanjutkan langkah. Ini
adalah sebuah tanda-tanda keberadaan salah satu hewan yang paling langka di
dunia – badak Jawa. Hanya tersisa sekitar 40 ekor, semuanya bebas di alam liar.
Sisa hutan hujan tropis dan rawa-rawa di Taman Nasional Ujung Kulon, di ujung
paling Barat pulau Jawa, adalah habitat terakhir mereka.
Badak Jawa yang semakin mendekati
kepunahan di Taman Nasional Ujung Kulon. Foto: Rhett Butler
Hingga dua tahun silam, hal ini
tidak terjadi. Populasi badak Jawa kedua terbesar di dunia, yaitu di Vietnam,
adalah sebuah sisa-sisa dari spesies yang dulu ada di seluruh penjuru Asia.
Namun badak Jawa di Vietnam akhirnya musnah saat pemburu liar menembak hewan
terakhir yang tersisa di Taman Nasional Cat Tien. Sang pemburu pun mendapatkan
hadiahnya: cula sang badak, yang di dalam pengoatan tradisional Cina berharga
lebih dari 65 ribu Dollar setiap kilogramnya, jauh lebih mahal dari emas
sekalipun.
Badak Jawa tidak sendirian.
Organisasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyatakan
tiga dari lima spesies badak yang tersisa sebagai nyaris punah, hanya selangkah
menuju kepunahan. Saudara terdekat badak Jawa, yaitu badak Sumatra dan
Kalimantan, juga mengalami nasib serupa, hanya tersisa kurang dari 275 ekor di
alam liar. Para ahli memperkirakan hanya 50% yang bisa bertahan hidup.
Mari kita lihat di Afrika – rumah
bagi tiga spesies badak, dengan totl 20 ribu ekor- hanya sedikit lebih baik.
Menjulangnya harga cula, dan dipicu oleh meledaknya permintaa dari kelas
menengah di Vietnam dan Cina, membuat pembunuhan massal terus terjadi terhadap
badak. Afrika Selatan, rumah dari 70% badak liar di dunia, kehilangan 448 ekor
badak akibat perburuan liar tahun lalu, ini adalah sebuah rekor baru.
Sementara, badak hitam western, sebuah sub-spesies dari badak hitam, sudah
dinyatakan punah tahun 2011. Penyebabnya sama, perburuan liar.
Jagawana Ringkus Penebang Liar
RADARBOLMONG, KOTAMOBAGU
– Ancaman banjir dan tanah longsor yang terjadi disejumlah wilayah di Bolmong
raya dan sekitarnya, yang diduga akibat maraknya penebangan liar, rupanya tidak
menjadi pelajaran berharga bagi warga pelaku penebangan liar.
Buktinya, dua warga
masing-masing NL alias Nol (40) warga Desa Dumoga dua kecamatan Dumoga Timur
dan IP alais Im (20) warga Desa Dumara kecamatan Dumoga Utara, akhirnya
diamankan, Tim Jagawana Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) di Desa
Ikuna Kecamatan Dumoga, selasa (24/9) malam lalu.
Ditangan mereka, tim jagawana
yang langsung menyerahkan keduanya ke Polres Bolmong, berhasil mengamankan
barang bukti, sejumlah kayu olahan dan satu unit mesin chainsaw.
Kasatreskrim AKP Iver S Manossoh
saat dikonfirmasi membenarkannya. Bahkan, pihaknya mengaku keduanya kini
diamankan, “ Keduanya diamankan guna kepentingan penyidikan.” Sebut Manossoh.
Jalan Hidup Polisi Hutan, Bapak I Ketut Suastawan Yasa
Sudah berapa lama menjadi Polisi Hutan
Pak ?.
“Saya diangkat jadi Polisi Hutan (Jagawana) sejak tahun 1983, waktu itu sampai sekarang, Polisi Hutan adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil) dibawah naungan Dinas Kehutanan“.
Jabatan saat ini apa Pak ? Apakah Kepala Polisi nya atau apa ?
“Wah, Saya bukan Kepala nya Mas, Saya ini cuma pegawai saja di Polisi Hutan Sektor Kintamani sini, bersama 5 orang pegawai seperti Saya ini bertugas menjaga Hutan di sekitar Kintamani“.
Daerah mana saja area tugas Bapak ?.
“Bersama rekan, Saya harus mengawasi hutan di daerah Sukawana, Kutuh, Subaga, Patih, Siakin, Pinggan, dan Landingan. Kalau di total lebih dari 9600 Hektar area hutan yang harus diawasi“.
Selama menjadi Polisi Hutan, apakah Bapak mendapatkan Gaji dari Dinas Kehutanan ?.
“Ya jelas dong Mas, tapi terus terang untuk ongkos bensin saya tanggung sendiri, karena tidak ada tunjangan khusus tentang biaya itu. Motor pun punya saya sendiri“.
Maaf, Bapak golongan berapa di PNS ?.
“Saya golongan 2c Mas, itupun sudah mentok, tidak bisa naik lagi“.
Saya melihat, Bapak tinggal di rumah dinas Polisi Kehutanan Kintamani, dan kelihatannya rumah ini cukup tua sekali.
“Iya, benar Mas, ini sebetulnya rumah dinas untuk Kepala Sektor, tetapi sudah Saya diami sejak tahun 1987 sampai sekarang dan memang tua. Saya yakin Mas belum lahir, rumah ini sudah jauh ada. Rumah dinas ini dibangun tahun 1953“.
Wow, Saya lahir tahun 1978 Pak. Kelihatannya rumah dinas ini rapuh sekali.
“Saya diangkat jadi Polisi Hutan (Jagawana) sejak tahun 1983, waktu itu sampai sekarang, Polisi Hutan adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil) dibawah naungan Dinas Kehutanan“.
Jabatan saat ini apa Pak ? Apakah Kepala Polisi nya atau apa ?
“Wah, Saya bukan Kepala nya Mas, Saya ini cuma pegawai saja di Polisi Hutan Sektor Kintamani sini, bersama 5 orang pegawai seperti Saya ini bertugas menjaga Hutan di sekitar Kintamani“.
Daerah mana saja area tugas Bapak ?.
“Bersama rekan, Saya harus mengawasi hutan di daerah Sukawana, Kutuh, Subaga, Patih, Siakin, Pinggan, dan Landingan. Kalau di total lebih dari 9600 Hektar area hutan yang harus diawasi“.
Selama menjadi Polisi Hutan, apakah Bapak mendapatkan Gaji dari Dinas Kehutanan ?.
“Ya jelas dong Mas, tapi terus terang untuk ongkos bensin saya tanggung sendiri, karena tidak ada tunjangan khusus tentang biaya itu. Motor pun punya saya sendiri“.
Maaf, Bapak golongan berapa di PNS ?.
“Saya golongan 2c Mas, itupun sudah mentok, tidak bisa naik lagi“.
Saya melihat, Bapak tinggal di rumah dinas Polisi Kehutanan Kintamani, dan kelihatannya rumah ini cukup tua sekali.
“Iya, benar Mas, ini sebetulnya rumah dinas untuk Kepala Sektor, tetapi sudah Saya diami sejak tahun 1987 sampai sekarang dan memang tua. Saya yakin Mas belum lahir, rumah ini sudah jauh ada. Rumah dinas ini dibangun tahun 1953“.
Wow, Saya lahir tahun 1978 Pak. Kelihatannya rumah dinas ini rapuh sekali.
BANTEN LAMA TEMPAT OBJEK KUNO
Polisi Hutan sedang memberikan info
kehidupan hutan lindung
Menggunakan
satu hari libur tidak resmi, apalagi di hari Senin, juga bisa menyenangkan.
Itulah yang kami lakukan pada suatu Senin September 2010 yang lalu. Kerjaan dan
tugas lagi setumpuk, stress yang kagak ketulungan, bosan suasana kota
besar yang macet, kangen dengan suasana pedesaan pesisir, dan pas Jo mengajak
kami ke Pulau Dua di wilayah Banten Lama, Serang, Banten. Maka berangkatlah
kami berdelapan dengan mobil Jo pagi-pagi sekali. Di antara kami, ada yang jago
motret, wartawan, jago jalan-jalan, penggembira, dsb. Saya mah jago
makan aja deh.
Apa
itu Pulau Dua? Kadang-kadang disebut juga Pulau Burung – kami tidak tahu
bagaimana asal muasal penamaan tersebut. Jo yang memberitahukan kami – entah
bagaimana dia tahu ada pulau itu – dan kemudian mengajak kami.
Sebenarnya
pulau itu bukan lagi pulau. Sejak tahun 1980-an, ia tidak lagi terpisah dengan
Pulau Jawa. Kini ada endapan panjang dan cukup luas yang menghubungkan “pulau”
tersebut dengan Banten Lama. Namun burung di pulau itu masih banyak, karena di
dalam pulau itu terdapat hutan lindung yang dijaga dan diolah oleh dua jagawana
(Polisi Hutan). Masyarakat juga masih menyebut kawasan itu dengan Pulau Dua
atau Pulau Burung. Arahnya, langsung menuju Banten Lama, sebelum Benteng dan
Masjid Agung Banten, belok kanan 2-3 km, Tanya-tanya penduduk perihal arah
Pulau Dua.
Pengendalian Kebakaran Hutan Indonesia
Indonesia
merupakan salah satu Negara besar di Benua Asia dan terbesar di kawasan Asia
Tenggara.
Letak geografisnya sangat stratgis karena berada di antara dua benua yaitu Asia
dan Australia serta di antara dua samudra yaitu Indonesia dan Pasifik. Tersusun
dari lebih 17.000 pulau yang membentang dari ujung barat Sumatera ke ujung
paling timur Irian Jaya (Papua) dan ujung utara Kalimantan sampai ke
ujung selatan Nusa Tenggara.
Sebagai
Negara yang dilewati garis Khatulistiwa, Indonesia memiliki kawasan hutan
tropis yang luas dan hutan tropika basah terluas ketiga di dunia. Kekayaan
alamnya telah dikenal luas di dunia, terutama keanekaragaman hayatinya.
Bappenas pada tahun 1993 mencatat bahwa Indonesia memiliki sekitar 10% dari
jumlah jenis tumbuhan berbunga di dunia (25.000 jenis), 12% jenis mamalia dunia
(515 jenis, 36% di antaranya adalah jenis endemik), 16% jenis reptile, 17%
jenis burung (1531 jenis, 20% di antaranya endemik) dan sekitar 20% jenis ikan
dunia.
Saat
ini tercatat luas kawasan hutan 120 juta hektar dan 45 juta di antaranya akan
dipertahankan sebagai hutan perawan. Banyak tantangan dalam melindungi hutan
Indonesia, satu di antaranya adalah kebakaran.